Insepsi YSBY
Masa insepsi Yayasan Suara Bhakti Yogyakarta (YSBY) berlangsung antara tahun 1982 hingga 1987, dimulai dari visi seorang akademisi, Daniel Perlman, dari University of Michigan. Perlman memperkenalkan metode inovatif pengajaran bahasa, The Silent Way, yang dirancang oleh Caleb Gattegno. Metode ini menekankan peran aktif pembelajar dalam proses akuisisi bahasa, berbeda dari pendekatan tradisional yang lebih bergantung pada pengajaran guru.
Perlman menggunakan metode ini untuk mengajarkan bahasa Inggris kepada siswa lokal dan bahasa Indonesia kepada pembelajar asing, bekerja sama dengan mahasiswa dari IKIP Sanata Dharma (IKIP SADHAR) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kegiatan ini memperoleh dukungan dari organisasi internasional seperti Voluntary Service Overseas (VSO), yang menyediakan ruang di Wisma Realino untuk kelas bahasa Indonesia.
Dalam perjalanannya, pengajaran di YSBY berkembang tidak hanya dari sisi metode, tetapi juga dari partisipasi tenaga pengajar yang berdedikasi, seperti Dyah Prasetyahening, Nugroho Broto, FX Mukarto, dan lainnya. Selain The Silent Way, metode lain seperti Communicative Approach, Situational Approach, Total Physical Response (TPR), dan Direct Method diintegrasikan untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang holistik.
Pendekatan ini memungkinkan pembelajar dari berbagai latar belakang dari diplomat hingga peneliti untuk menguasai bahasa Indonesia dengan cara yang relevan secara kontekstual. Pendapatan dari kursus tidak hanya untuk operasional, tetapi juga dialokasikan untuk mendukung komunitas yang kurang beruntung, menciptakan model kewirausahaan sosial yang memadukan pendidikan dan pengabdian masyarakat.
Menjelang akhir masa insepsi pada tahun 1986, YSBY mengalami transisi penting ketika beberapa pengajar meninggalkan Wisma Realino untuk mendirikan sekolah baru, sementara kelompok inti lainnya, seperti FX Mukarto, Theresia Yanti Irawati, Amateus Budiharto dan 12 anggota lainnya memutuskan untuk melanjutkan visi Perlman melalui pendirian Yayasan Suara Bhakti.
Nama "Suara Bhakti" (anaptyxis) mencerminkan komitmen linguistik dan ideologis yayasan, menggabungkan makna bahasa sebagai "suara pengabdian" untuk pemberdayaan masyarakat.
Dengan perpindahan dari Wisma Realino ke Wisma Bahasa, YSBY semakin mengukuhkan perannya sebagai lembaga yang tidak hanya berfokus pada pengajaran bahasa tetapi juga menjadi katalis perubahan sosial yang positif.